Peran Ayah Membentuk Karakter Anak

Mendidik dan mengasuh anak merupakan tanggung jawab orangtua. Artinya dibutuhkan peran penting dari ayah dan ibu. Tetapi kadangkala, seorang ayah tidak terlalu terlibat dalam mengasuh anak-anaknya dengan alasan sudah lelah sepulang kerja. Ia lebih mempercayakan hal tersebut pada ibu.
Ismi Ardhini, S. Psi, Psikolog mengatakan mendidik dan mengasuh anak adalah tanggung jawab bersama antara ibu dan ayah. Rasa lelah saat bekerja tak bisa dijadikan alasan untuk melepaskan tanggung jawab pengasuhan kepada seorang ibu saja. Apalagi saat ini banyak pula seorang ibu yang juga bekerja.
“Keduanya harus saling menguatkan peran masing-masing terutama dalam pola asuh kepada anak,” ujar Kepala UPTD Autis Center ini.
Keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan anaknya memberikan pengaruh positif terhadap tumbuh kembang anak, terutama dalam membangun kedekatan antara ayah dan anak. Dalam proses parenting, kehadiran ayah sama pentingnya dengan kehadiran ibu dan masing-masing berperan penting dalam proses tumbuh-kembang anak.
Ismi menjelaskan sejak awal menikah pasangan suami istri sebaiknya membahas peran masing-masing dalam rumah tangganya. “Memang tak bisa dipungkiri kita menganut budaya ketimuran yang memang pengasuhan itu didominasi oleh ibu. Kadang untuk hal-hal tertentu, memang lebih banyak ibu yang tahu seperti kebutuhan pakaian, makanan, dan kebutuhan dasar anak. Tetapi bukan berarti ayah tidak bisa belajar. Sebab dalam pola asuh memang setiap orang tua harus belajar,” jelasnya.
Seorang ayah biasanya berperan penting dalam hal-hal pembentukan karakter anak. Sebab ayah lebih disegani anak dibanding ibunya. Ayah cenderung mengutamakan logika, sementara ibu lebih kepada perasaan.
Ia menyarankan dalam sebuah keluarga sebaiknya ada salah satu orangtua yang disegani anak, sehingga akan lebih mudah menerapkan aturan. Jika ayahnya sedikit longgar dalam menetapkan aturan, ibunya yang lebih tegas. Begitu juga sebaliknya.
“Pada intinya sebenarnya ayah memiliki kuasa di rumah. Ayah adalah konseptor dalam rumah tangganya, sementara ibu adalah asisten ayah dalam menjalankan konsep tersebut. Untuk hal-hal yang sifatnya harian biasanya memang perannya seorang ibu, tetapi untuk hal-hal yang masa depan misalnya untuk masalah pendidikan biasanya ke ayah,” ungkapnya.
Dalam menerapkan pola asuh, juga disesuaikan kondisi dan situasi di masing-masing keluarga. Begitu pula peran seorang ayah. Ada kalanya ia bersikap seperti seorang ayah, adakalanya seperti seorang teman. “Ayah harus bisa melihat situasi dan kondisi dalam rumah tangganya. Harus bisa menempatkan posisi kapan harus serius, kapan santai, kapan harus membebaskan anaknya,” papar Ismi.
Dia mencontohkan pada seorang ayah yang santai, tidak banyak menerapkan aturan kepada anaknya. Untuk situasi dan kondisi tertentu tetap harus menunjukkan sikap serius, sehingga anak akan memahami bahwa adakalanya ayahnya bisa serius.
“Hal ini penting, terutama untuk kasus-kasus tertentu yang memang ketegasan ayah dibutuhkan,” katanya mengingatkan.
Ia menambhakan dengan perkembangan zaman dan media informasi yang semakin luas, mau tak mau orangtua harus mau belajar dalam mendidik dan mengasuh anak. Seperti pada orangtua yang mendapatkan amanah memiliki anak yang berkebutuhan khusus. Tentu saja mereka harus memahami dan mempelajari pola asuh yang tepat terhadap anaknya.
Dia mencontohkan pada anak autis. Ada makanan-makanan tertentu yang bagi anak lain tidak apa memakannya, tetapi bagi mereka itu berpengaruh pada stabilitas emosinya. Pada kondisi ini orang tua harus “tega” tidak memberikan kepada anak, demi kebaikan anak.”Jika hanya ibunya saja yang peduli, sementara ayahnya tidak maka ini berpengaruh pada anak. Mau tidak mau, seorang ayah juga harus mengetahui hal-hal penting pada diri anaknya, terutama dalam keseharian anaknya,” pungkasnya.
Oleh: Marsita Riandini