Otak Anak Seperti Spons

Ditulis oleh Liza Djaprie, Psikolog.
----
Dalam psikologi, eksploitasi itu diartikan sebagai meminta sesuatu kepada orang lain, tanpa orang lain itu sadar ketika melakukannya. Dalam hal audisi badminton Djarum, ada sekian ribu anak-anak yang dimanfaatkan untuk mendapat keuntungan oleh sebuah perusahaan rokok. Anak-anak ini memakai kaos berlogo sebuah perusahaan, tanpa sadar bahwa logo tersebut adalah logo rokok.
Analisis, logika, dan cara berpikir anak-anak ini belum bekerja sehingga mereka belum memiliki kemampuan untuk menganalisis informasi dengan bijak, tidak punya kemampuan logika yang cukup bagus untuk menimbang apa yang sedang terjadi. Karena itu yang akan muncul di benak anak-anak ketika ikut audisi adalah perusahaan rokok tersebut sangat dermawan.
Asumsi anak-anak itu sangat simpel: ketika orang berbuat baik, memberikan sesuatu yang banyak, melakukan hal yang baik juga menurut asumsi mereka, perusahaan tersebut tidak menyakiti mereka, artinya perusahaan itu menjadi baik. Ketika perusahaan ini dianggap baik, perusahaan ini akan jadi panutan sehingga mereka mengesampingkan bahwa rokok itu tidak baik buat mereka.
Ini mengkhawatirkan, karena ketika itu sudah tersimpan di bawah alam sadar, tinggal tunggu waktu saja, ketika mereka sudah dewasa, tinggal tunggu momennya, mereka akan mencari pelampiasan. Sementara yang ada di benak mereka adalah Djarum. Sama seperti cara kerja merek tertentu. Karena sebuah iklan atau cerita teman, sebuah obat merek tertentu kita anggap bagus. Maka ketika luka, obat itulah yang akan kita cari dan pakai.
Karena itu, audisi ini menjadi semacam eksploitasi karena anak-anak itu tanpa sadar terpapar oleh logo merek. Djarum memang tidak mempresentasikan rokok, rasanya, atau hal lain, tapi justru karena itu anak-anak ini akan menyerapnya demikian. Djarum pasti akan mengatakan mereka tak memaksa karena peserta datang sendiri. Betul, karena itu saya katakan bahwa niat Djarum ini bagus hanya caranya keliru.
Audisi Djarum menjadi bentuk eksploitasi ketika logo perusahaan, yang itu adalah merek rokok, terpampang di mana-mana. Di kaos, di spanduk. Seandainya yang tercetak di kaos itu kata Indonesia atau kata lain yang bukan merek rokok, audisi menjadi tidak eksploitatif.
Iklan rokok pasti tidak akan mengatakan, “Ayo, hisap rokok kami”, dan seterusnya. Iklan itu sangat reseptif. Alam pikir anak-anak itu seperti spons. Ia akan menyerap apa saja yang masuk ke dalamnya. Jika kita masukkan spons ke air, ia akan berisi air. Jika kita masukkan ke minyak goreng, ia juga akan berisi minyak. Batas analisis dan logika resistensi mereka itu antara alam sadar dan alam bawah sadar itu tipis sekali. Apa pun yang dikatakan orang luar akan ditelan bulat-bulat oleh otak mereka, seperti spons menyerap apa pun yang datang kepadanya.