Policy Brief: Perokok Anak Kian Meningkat, Kita Mau Apa?
“Kilas balik perokok anak di Indonesia ditandai oleh bocah berusia 2 tahun -hampir satu dekade yang lalu- yang merokok 40 batang per hari. Tragedi ini membuat Indonesia dikenal sebagai “Baby Smoker Country” di mata dunia, yang membuka mata pemerintah dan masyarakat madani untuk menyusun kebijakan dan melakukan berbagai aksi pengendalian tembakau. Dampaknya tak kunjung nampak; perokok anak semakin meningkat”
Begitulah sedikit potongan narasi dari Lentera Anak Brief yang kami susun pada awal tahun 2020. Brief ini kami susun karena keresahan kami juga kekhawatiran masyarakat akan kualitas SDM Indonesia dimasa yang akan datang ditandai dengan meningkatnya prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 9,1 persen atau sekitar 3,2 juta pada tahun 2018, padahal pemerintah menargetkan pada tahun 2019 harusnya turun menjadi 5,4%.
Adiksi rokok sangat berdampak bagi tumbuh kembang anak. Karena jika seseorang mulai merokok dibawah usia 18 tahun, maka akan semakin sulit untuk berhenti karena sudah kecanduan. Dan ini akan membahayakan kesehatan dan tumbuh kembang anak bahkan akan terjerat dalam lingkaran setan yang tidak henti, berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial, dan sebagainya.
UU Perlindungan Anak memberi perhatian khusus terhadap berbagai upaya perlindungan anak dari zat adiktif termasuk rokok. Peran keluarga, masyarakat, komunitas hingga pemerintah dibutuhkan untuk menjamin adanya perlindungan anak dari zat adiktif rokok.