#TolakJadiTarget
#TolakJadiTarget adalah gerakan yang diinisisasi oleh 2700 siswa dari 90 sekolah di 5 kota untuk menolak jadi target industri rokok.
Industri rokok sangat agressif menargetkan anak-anak dengan cara meletakkan iklan rokok di sekitar sekolah. 85% sekolah dikelilingi oleh berbagai macam iklan rokok. Tujuannya untuk menjadikan anak muda sebagai perokok pengganti.
Karena itu, kami mendukung siswa yang menolak menjadi target dan menyatakan perlawanan kepada industri rokok !
AYO TOLAK JADI TARGET INDUSTRI ROKOK !
Download Cara #TolakJadiTargetCara Mendukung
Ayo #TolakJadiTarget Industri Rokok !
Ganti Profile Picture Media Sosialmu, seperti gambar di atas, dengan cara:
- Klik link berikut: http://bit.ly/tw_TolakJadiTarget
- kemudian klik "Login to Add Twibbon"
- pilih "Log in with Facebook" atau "Log in with Twitter"
- muncul jendela/ tab baru, masukkan email dan password Facebook atau Twitter-mu
- kemudian pilih "Add to Twitter" atau "Add to Facebook"
- muncul izin aplikasi (aplikasi tidak akan posting tanpa izin kamu), klik "Continue as (nama kamu)", klik ok
- lalu klik "Add the Twibbon to Facebook" atau "Add the Twibbon to Twitter" (kamu juga bisa memilih untuk mengganti foto profil kamu yang cocok dengan sign Twibbonnya dengan klik "Change Image"
- kemudian klik “Set as Profile Picture” dan sesuaikan ukuran profile picture kamu
- selesai.
- Share/ sebarkan dukungan #TolakJadiTarget di media sosialmu.
Tandatangi Petisi #TolakJadiTarget di change.org, seperti gambar di atas, dengan cara:
- Klik link berikut: http://change.org/stopiklanrokokdisekolah
- Isi biodata kamu: Nama awal, nama akhir, email, domisili, kodepos, serta alasan mendukung petisi (tidak wajib)
- Klik dan tambahkan tanda centang pada kotak "berbagi dengan teman facebook"
- Klik "Tandatangani"
- Saat muncul jendela/ halaman baru, masukkan email dan password facebook kamu, lalu klik "Continue as ..." atau "Lanjutkan sebagai ...", kemudian klik "OK"
- selesai.
- Share/ sebarkan dukungan #TolakJadiTarget di media sosialmu.
Latar Belakang
“Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja..” (Laporan Peneliti Myron E. Johnson ke Wakil Presiden Riset dan Pengembangan Phillip Morris)
Dokumen perusahaan rokok mengakui bahwa remaja adalah calon pelanggannya. Karena itu perusahaan rokok gencar memasang iklan dalam bentuk bilboard, spanduk, poster hingga stiker di pagar sekolah, warung dekat sekolah dan lingkungan sekitar sekolah. Hasil monitoring iklan rokok di sekitar sekolah 5 kota tahun 2015, menunjukkan 85% sekolah mulai SD hingga SMA dikepung oleh iklan, promosi dan sponsor rokok. Cara ini dilakukan untuk menanamkan pada anak-anak bahwa rokok adalah produk yang normal. Setidaknya ada 30 merek rokok yang beriklan dan berpromosi di sekitar sekolah.
Perusahaan rokok juga menjual rokok dengan harga murah di sekitar sekolah, bahkan kurang dari seribu rupiah. Ini membuat akses rokok menjadi mudah dan murah karena harganya murah dan dapat dibeli di sekitar sekolah. Tak heran bila hasil Global Youth Tobacco Survey 2014 di Indonesia, menunjukkan 2 dari 5 siswa adalah perokok aktif dan 3 dari 5 siswa membeli rokok di warung atau kios.
Berbagai studi membuktikan bahwa iklan, promosi dan sponsor rokok mempengaruhi anak dan remaja untuk mencoba konsumsi rokok. 46% remaja berpendapat bahwa iklan rokok mempengaruhi mereka untuk mulai merokok (Uhamka dan Komnas Anak 2007). Sementara itu 99,6% anak usia 13 – 15 tahun melihat iklan rokok di luar ruang (Survey cepat di 10 kota, Komnas Perlindungan Anak, 2012).
Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukan hampir 80% perokok memulai merokok sebelum usia 19 tahun, jumlahnya mencapai 16,4 juta orang. Dan usia merokok pertama kali yang paling tinggi adalah pada kelompok usia 15-19 tahun. Jika permasalahan ini terus dibiarkan, Indonesia akan terus mendapatkan berbagai ancaman bagi masa depan bangsanya yaitu ancaman kesehatan dan juga ancaman untuk tidak dapat menikmati bonus demografi pada tahun 2035.
Program Pendampingan 90 Sekolah di 5 Kota
Yayasan Lentera Anak bersama Ruandu Foundation dan Gagas Foundation bekerjasama dengan Dinas Pendidikan di 5 kota melakukan pendampingan kepada 90 sekolah di Padang, Mataram, Bekasi, Tangerang Selatan dan Kabupaten Bogor. Program ini mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (surat Nomor 5036/D./HM/2016) dan Direktur Pembinaan SMP (Surat Nomor 1325/D3/KP/2016).
Program pendampingan sekolah bertujuan memperkuat komitmen sekolah dan komunitas di sekitar sekolah untuk melindungi siswa dari target pemasaran perusahaan rokok. Berbagai kegiatan dilakukan di sekolah untuk membangun kesadaran kritis siswa agar dapat menolak jadi target perusahaan rokok. Seperti capacity building, edukasi, sosialisasi, aksi kreatif, menggalang dukungan masyarakat dan sebagainya.
Pendampingan ini melibatkan lebih dari 2.700 siswa yang menjadi penggerak di sekolahnya dan memperkuat komitmen sekolah sebagai kawasan tanpa rokok. Hal ini merupakan mandat dari Keputusan Mendikbud Nomor 64 tahun 2015, Peraturan Pemerintah nomor 109/2012, UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan Keputusan Bersama Mendagri dan Menkes No. 7 Tahun 2011, tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa rokok.
Untuk membangun kesadaran yang lebih luas di kalangan siswa agar mampu menolak menjadi target perusahaan rokok dan mewujudkan sekolah sebagai kawasan tanpa rokok, program ini juga mengusung kampanye online dan offline dengan menggunakan hastag #TolakJadiTarget yang digunakan secara nasional di 90 sekolah.
E Book Laporan Pendampingan
Klik box dibawah untuk download e book.
E Book Laporan Pendampingan 90 Sekolah di 5 Kota10 Langkah #TolakJadiTarget
Catatan Keberhasilan
Kuhempas Spanduk Iklanmu demi Selamatkan Indonesiaku
Kisah Heroik Pelajar Sekolah di Lima Kota yang Menolak Menjadi Target Industri Rokok
20 Oktober 2015. Wajah gadis berseragam putih biru itu tampak merah. Meski masih pagi, panas matahari tidak bersahabat. Butiran keringat bercucuran di dahinya. Namun langkah kakinya tetap bersemangat saat memasuki sebuah warung. Bersama ketiga temannya mereka mengucap salam pada pemilik warung.
“Assalamualaikum Bapak, kami siswa SMP Arrahman. Sekolah kami dekat warung ini. Kami mau bertanya apa warung ini membolehkan anak sekolah membeli rokok di sini?”tanyanya sopan. “Iya lah neng. Di sini banyak anak sekolah beli rokok. Masak kita larang mereka belanja?” jawab pemilik warung ketus. Gadis itu tetap tersenyum. “Maaf pak, kami harus menjelaskan bahwa ada peraturan pemerintah yang melarang toko menjual rokok kepada anak-anak. Karena itu kami meminta Bapak untuk tidak lagi menjual rokok kepada anak,” ujarnya tegas.
Gadis itu bernama TitinLupitasari. Ia siswi kelas 8 dan Ketua OSIS SMP IT Arrahman. Titin mengaku, bukan hal yang mudah untuk bisa memberikan penyuluhan bahaya merokok kepada masyarakat sekitarnya. “Saya berani dan bisa ngomong seperti ini berkat pendampingan yang diberikan oleh Lentera Anak. Kami diberikan pelatihan tentang bahaya merokok dan dampak iklan rokok. Kami belajar melakukan sosialisasi. Kami digugah untuk menjadi pejuang kesehatan agar bisa menyelamatkan teman-teman, keluarga dan lingkungan kami, dari dampak buruk akibat rokok dan paparan iklan rokok,” papar gadis yang saat ini duduk di bangku SMA.
SMP IT Arrahman hanya satu dari delapan sekolah yang menjadi model percontohan (School Model) dalam program “STAR (Sekolah Tanpa Advertensi Rokok) Menolak Diam!”. Sekolah lainnya seperti SMPN 104 Jakarta, MTs Jamiatul Huda Jakarta, SMP 7 Bandung dan SMP 15 Bandung. Sebagai School Model, pelajar sekolah ini mendapat pelatihan agar memahami dampak buruk dari rokok dan paparan iklan rokok, sehingga terdorong mengikuti kampanye #TolakJadiTarget dengan melakukan audiensi, sosialisasi, serta aksi menurunkan spanduk iklan rokok di warung dekat sekolah, dan menggantinya dengan spanduk bertema ramah anak.
Setahun kemudian, tepatnya bulan September 2016, program dengan model serupa dilanjutkan lagi. Kali ini tak tanggung-tanggung, sebanyak 90 sekolah dijadikan School Model, yang terdiri dari 10 sekolah di wilayah Tangerang Selatan, 10 sekolah di Bekasi, 10 sekolah kabupaten Bogor, 30 sekolah di Kota Padang dan 30 sekolah di Kota Mataram. Para perwakilan guru dan pelajar dari 90 sekolah ini juga diberikan pelatihan tentang bahaya rokok dan paparan iklan rokok dan disiapkan mengikuti kampanye #TolakJadiTargetdalam bentuk audiensi, sosialisasi dan aksi.
“Kampanye #TolakJadiTargetini bisa disebut sebagai gerakanperubahansosial yang melibatkan pelajar dan guru dari beberapa sekolah di berbagaikota,” kata Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak. Setelah dianggap berhasil pada 2015, Lentera Anak kembali melakukan pendampingan sekolah dalam kampanye #TolakJadiTarget, bersama Ruandu Foundation (Padang) dan Gagas Foundation (Mataram) dengan mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Gerakan ini bertujuan membebaskansekitarsekolahdariiklan, promosidan sponsor rokok atau IPS rokok, karena sekolah merupakan Kawasan Tanpa Rokok yang harusbebasdarisegalabentukIPS rokok, sesuai Peraturan Mendikbud No 64 Tahun 2015,” tambah Lisda. Bahkan, MenteriPendidikan & Kebudayaan, Muhadjir Effendi, pernah menjelaskan ke media bahwa dalam radius 300 meter sekitarsekolahharusbebasdari IPS rokok.
Dalam kenyataannya, Peraturan Mendikbud ternyata baru sebatas menjadi peraturan. Jangan tanya implementasinya. Hasil monitoring yang dilakukan Lentera Anak, YPMA dan Smoke Free Agent pada 2015 menunjukkan industrirokoksecara sengajaberiklan di sekitarsekolahuntukmempengaruhianakmencoba merokok. Buktinya85% sekolah di Indonesia dikepungiklanrokok[i]sertaditemukan61 merekrokokmengepungsekolah di Indonesia[ii].
“Ini membuktikan bahwa sekolah menjadi target iklan rokok. Jelas ada kesengajaan mengapa iklan rokok dipasang di sekitar sekolah? Karena targetnya adalah anak-anak sekolah itu. Mereka digadang-gadang industri rokok menjadi calon pelanggan masa depan mereka. Mereka dipapar iklan rokok setiap hari, selama 7 hari dalam seminggu, 30 hari dalam sebulan dan 360 hari dalam setahun. Mengapa kita terkadang masih naif untuk mengatakan itu bukan suatu yang jahat. Padahal itu jelas-jelas sebuah taktik licik. Industri rokok jahat karena mereka dengan sengaja menyasar anak-anak menjadi target pemasaran produk mereka,” tegas Lisda. Belum lagi kejahatan dalam mempromosikan harga rokok per batang yang sangat murah, yang harganya bahkan lebih murah dari permen atau kerupuk, dan sangat terjangkau oleh uang saku anak sekolah.
Taktik licik inilah yang coba dilawan oleh pelajardari 90 sekolah di 5 kota (Padang, Mataram, Bekasi, Tangerang Selatan dan Bogor) sejak2016. Para pelajar melakukan sosialisasikepadatemannya sesama pelaja, guru-guru, dan masyarakatdi sekitarsekolahtentangbahayarokok dan dampak iklanrokok yang mengepungsekolah. Tak hanya itu, pelajar juga melakukan audiensi kepada pemuka kepentingan untuk meminta dukungan pemerintah kota dalam upaya membersihkansekolahdan lingkungannya dariiklanrokok. Dukungan ini sangat penting ketika pelajar melakukan aksi mencopot spanduk iklan rokok dan menggantinya dengan spanduk bertema ramahanak. Dukungan datang dari RT dan RW, bahkan juga dari lurah, camat hingga walikota atau bupati. Seperti dukungan yang diberikan oleh Wakil Walikota Bekasi kepada para pelajar di kota Bekasi, dan dukungan Walikota Padang kepada pelajar di kota Padang.
Harus diakui, kampanye #TolakJadiTarget menjadi fenomena penolakan yang heroik, khususnya di sekolah-sekolah yang melakukan perlawanan sengit kepada pihak-pihak yang tak bersedia mengganti spanduk iklan rokok dengan spanduk bertema ramah anak. Mirisnya penolakan tersebut dilakukan oleh pemilik warung karena takut akan dimarahi oleh sales rokok. Liputan media yang cukup besar, baik terhadap kegiatan kampanye #TolakJadiTarget di lima kota (Bekasi, Bogor, Tangerang Selatan, Padang dan Mataram), maupun saat 300 pelajar dari tiga kota menggelar aksi nasional #TolakjadiTarget #SerigalaBerbuluDomba di Jakarta, Februari tahun ini.
Kita bisa belajar banyak dari kisah perlawanan para ksatria putih abu-abu terhadap siasat licik industri rokok menyasar anak sekolah sebagai target ini. Tidak hanya mempelajari bentuk aksi dan sosialisasi yang dilakukan, tapi lebih dari itu belajar menyuarakan kebenaran kepada publik bahwa rokok adalah produk tidak normal sehingga tidak pantas untuk dijual kepada anak-anak, apalagi diiklankan secara agresif. Simak kisah beberapa sekolah di lima kota di Indonesia, yang secara heroik ingin menyelamatkan masa depan Indonesia dari kehancuran akibat rokok, dan berjuang merebut bonus demografi.
- Aksi “Koin untuk Perusahaan Rokok” SMP 2 Dramaga, Kabupaten Bogor
Apa jadinya jika ada pelajar yang ingin mengganti spanduk iklan rokok di warung dekat sekolahnya dengan spanduk bernuansa positif ramah anak tapi ditolak oleh pemilik warung? Bisa jadi ia marah, kesal, atau sekedar mengumpat dalam hati. Tapi tengoklah apa yang dilakukan para pelajar dari SMP Negeri 2 Dramaga Bogor. Mengetahui usulan mereka untuk mengganti spanduk iklan rokok ditolak pemilik warung, pelajar tidak tinggal diam. Sebab, usut punya usut, sang empunya warung enggan mencopot spanduk iklan rokok karena takut dimarahi perusahaan rokok yang sudah memberi uang agar ia memasang spanduk iklan rokok dalam kurun waktu tertentu.
Para pelajar yang rata-rata duduk di kelas 9 itu pun berdiskusi. Dari bincang-bincang santai itu muncullah ide cemerlang. Regi, Ketua OSIS SMPN 2 Dramaga, mengusulkan agar mereka mengumpulkan koin untuk diberikan kepada pemilik warung. “Ide ini sih sebenarnya sederhana saja. Kita ingin bilang ke pemilik warung, kalo kamu khawatir karena sudah dapat uang dari perusahaan rokok, kita ganti deh uangnya,” kata Regi. Tapi makna pesan yang disampaikan dari ide sederhana ini justru sangat menohok. Makna dari koin ini adalah, betapa nilai uang yang dikumpulkan itu tidak sebanding dengan biaya besar yang ditimbulkan akibat dampak merokok. Uang koin –yang maknanya recehan atau sedikit-- yang dikumpulkan oleh pelajar mengandung arti bahwa anak sekolah saja bisa dan mampu membayar pemilik warung untuk mengganti spanduk iklan rokok dengan spanduk yang lebih positif dan membawa kebaikan.
Makna yang satir ini menyuarakan kegeraman pelajar terhadap ketidakpedulian lingkungan sekitar mereka akan dampak yang ditimbulkan dari paparan iklan dan promosi rokok. Dengan gagah berani mereka berkeliling sekolah mengumpulkan koin dari para pelajar. Lalu koin yang berhasil digalang mereka serahkan kepada pemilik warung sebagai pertanda pelajar menolak menjadi target pemasaran industri rokok. “Pak tolong berikan uang ini sebagai sumbangan kami kepada perusahaan rokok. Nanti kalau mereka marah karena spanduknya diganti dengan spanduk kami tolong kasih uang ini untuk mereka ya,” kata Regi, yang juga sebagai ketua Komunitas KTR di sekolahnya.
Sikap heroik dalam bentuk penggalangan koin ini tentu tidak lahir dari proses yang mudah. Butuh waktu dan upaya intensif, khususnya dari Anisa Zahara, selaku community officer Lentera Anak yang mendampingi para pelajar di kabupaten Bogor. Anisa tak cukup hanya sekali melakukan pelatihan dan pendampingan kepada mereka. butuh waktu berhari-hari bahkan berbilang bulan, untuk menguatkan tekad di hati pelajar bahwa mereka harus berjuang untuk menyelamatkan teman-teman mereka dari dampak rokok dan paparan iklan rokok.
“Kami tidak cuma sekedar menjelaskan. Pelajar juga kami ajak berkeliling lingkungan sekolah untuk melihat sendiri banyaknya iklan rokok yang menyasar mereka dan banyaknya teman sesama pelajar yang merokok,” kata Anisa. Dari hasil monitoring, diskusi dan sharing antara community officer dengan pelajar dan guru inilah muncul sikap kritis sekolah dan daya juang untuk menyelamatkan anak Indonesia dari dampak buruk rokok dan iklan rokok.
- Dukungan Wakil Walikota untuk Sekolah Pejuang KTR di Bekasi
Beruntunglah pelajar di kota Bekasi yang mendapat dukungan penuh wakil walikotanya saat mereka ingin memperjuangkan lingkungan sekolah yang bebas dari iklan dan promosi rokok. Wakil walikota Bekasi, Ahmad Syaikhu, mendukung 100 persen niat baik pelajar untuk menjadikan lingkungan sekolah bebas dari rokok dan iklan rokok.
Dukungan ini bermula dari audiensi yang dilakukan pelajar dan guru SMP Negeri 17 Bekasi kepada Wakil Walikota Bekasi. Perwakilan pelajar SMP Negeri 17 Bekasi menyampaikan secara kronologis bahwa mereka telah melakukan monitoring terhadap iklan dan promosi rokok di lingkungan sekitar sekolah dan menemukan begitu banyak paparan iklan rokok, baik dalam bentuk bilboard, spanduk, stiker dan sarana promosi lainnya. Para pelajar menegaskan bahwa sekolah adalah kawasan tanpa rokok yang seharusnya steril dari segala bentuk iklan dan promosi rokok.
Ahmad Syaikhu menyatakan sangat mengapresiasi upaya para pelajar yang ingin membersihkan lingkungan sekolahnya dari iklan dan promosi rokok. “Upaya ini patut didukung,” kata Syaikhu di acara audiensi tersebut. Dukungan yang ia berikan tidak main-main. Ia memerintahkan dengan menghubungi langsung saat proses audiensi berlangsung, Pak Syaikhu meminta kepada Camat Pondok Gede dan Satpol PP untuk mendukung dan mengawal dengan tertib acara pembersihan spanduk iklan rokok di lingkungan sekolah.
Atas dukungan wakil walikota ini, lima sekolah di Bekasi, yakni SMPN 1, SMPN 4, SMPN 17, SMPN 23, dan SMPN 6 Bekasi bisa melakukan aksi serentak membersihkan lingkungan sekolahnya dari segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok. Pada acara yang digelar tanggal 12 Februari 2017 itu, Camat Pondok Gede dan Satpol PP ikut membantu siswa dan guru mencopot spanduk iklan rokok, dan menggantinya dengan spanduk bertema ramah anak.
Putri Lestari, salah satu siswa SMP Negeri 17 Bekasi mengaku sangat bangga dengan dukungan wakil walikotanya. “Kami mengharapkan lebih banyak pengambil kebijakan yang mendukung penuh upaya penyelamatan generasi muda dari dampak rokok ini,” ujarnya.
Putri sendiri mengakui dukungan pihak sekolah terhadap penolakan iklan dan promosi rokok sangat besar. Dipimpin Ibu Susi Yana, guru pembimbing KTR di sekolah tersebut, pihak sekolah memberi ruang bagi sosialisasi dampak rokok dan paparan iklan rokok kepada seluruh murid sekolah dan masyarakat sekitar, bahkan juga kepada para orang tua murid. Putri mengakui, pendampingan yang diberikan Citra Demi Karina, Community Officer Lentera Anak untuk wilayah Bekasi sangat intensif. “Pendampingan yang aktif dalam kampanye #TolakJadiTarget ini membuat kami bersemangat dalam bergerak,” tegas Putri. Ia mengharapkan semakin banyak sekolah yang sama-sama berjuang menyelamatkan anak Indonesia dari dampak negatif rokok dan iklan rokok. “Karena program ini memang sudah kami rasakan manfaat positifnya, membuat kami para pelajar lebih kritis menolak rokok dan tidak mau menjadi target pemasaran industri rokok” kata Putri.
- Strategi Pasang Spanduk Ala Juki oleh SMA dan SMK Triguna Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan atau Tangsel masih menjadi kota yang dipenuhi iklan rokok. Tak terkecuali di lingkungan dua sekolah yang berlokasi di sebelah kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, yakni SMA dan SMK Triguna.
“Wah, iklan rokok di lingkungan sekolah kami luar biasa maraknya,” kata Reza, pengurus OSIS SMK Triguna. Perusahaan rokok bahkan meletakkaniklan berukuran besar di depan pintu gerbang kedua sekolah yang terletak dalam satu kawasan ini.
Para pelajar di kedua sekolah ini yang mendapat pendampingan dari Didin saputra, Community Officer Lentera Anak, mendapat penguatan untuk menolak segala bentuk strategi licik industri rokok dalam menyasar anak muda. Pelatihan capacity building yang diberikan di awal, serta latihan melakukan monitoring iklan rokok di dekat sekolah menjadikan pelajar sekolah ini lebih kritis terhadap paparan iklan rokok.
Karena itu mereka tak hanya membagi ilmu hasil pelatihan dengan melakukan sosialisasi di dalam sekolah saja, tetapi juga berkeliling ke warung-warung sekitar sekolah untuk memberikan pemahaman dampak rokok dan dampak paparan iklan rokok. Mereka juga menawarkan kepada pemilik warung untuk mengganti spanduk ikkan rokok dengan spanduk bernuansa positif dan ramah anak.
“Tapi toh tak semua pemilik warung sadar dan bersedia spanduknya diganti dengan spanduk ramah anak,” kata Reza. Akhirnya perwakilan para pelajar SMA dan SMK Triguna ini berdiskusi bersama guru dan Community Officer Lentera Anak, tentang strategi apa yang bisa dilakukan untuk menolak paparan iklan yang begitu marak di sekitar mereka.
Usulan pun datang untuk membuat spanduk pengganti yang kreatif, agar pemilik warung bersedia dicopot spanduk iklan rokoknya untuk diganti dengan spanduk kreatif itu. Gayung pun bersambut. Faza Meonk, kreator “Si Juki”, karakter komik best seller di Indonesia bersedia karakter “Si Juki” dipasang di spanduk pengganti. “Ini bentuk dukungan “Si Juki” supaya anak muda semakin kritis dan mampu menolak menjadi target pemasaran industri rokok,” kata Faza.
Kreativitas pejuang dari Tangsel dengan strategi spanduk ala “Si Juki” terbukti mampu menjadikan pemilik warung bersedia menukar spanduk iklan rokoknya dengan spanduk-spanduk pengganti dari para pelajar.
- Madrasah Aliyah Negeri 2 danMadrasah Tsanawiyah 1, Pionir Anti Iklan Rokok dari Mataram
Inilah dua sekolah yang menjadi pionir kampanye #TolakJadiTarget di kota Mataram, yakni Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 dan Madrasah Tsanawiyah (MTsn) 1.
Bukan perkara mudah untuk mengkampanyekan bebas iklan rokok di Mataram, kota yang nyaris dipenuhi iklan rokok, apalagi untuk menjadi pionir. Tapi para pejuang pelajar di kota ini begitu gigih mengampanyekan #TolakjadiTarget di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat sekitar sekolah. Mereka sadar lokasi sekolah mereka persisberada di jalanutama Kota Mataram dan kedua sekolah mereka menjadisasaranempukperusahaanrokok untuk beriklansecarabesar-besaran di sekelilingnya.
Muhammad KaisarMelga, siswa MAN 2 Mataram yang juga menjadi Ketua Tim KTR sekolah, melakukan koordinasi dengan para pelajar di MTsN 1 Mataram, untuk bisa secara bersamamendekatiwarung-warung di sekitar sekolah mereka.
“Kami datangi warung-warung itu dan kami tawarkan untuk mengganti spanduk iklan rokoknya dengan spanduk pengganti dari kami,” kata Melga. Bisa jadi karena Melga dan kawan-kawannya sudah melakukan pendekatan yang baik, sebagian besar pemilik warung tidak melakukan penolakan terhadap gagasan penggantian spanduk iklan rokok. “Pada dasarnya, spanduk yang mereka gunakan di warung hanya berfungsi menutup atau melindungi warung dari teriknya matahari,” kata Melga.
Meskipun tak sedikit pemilik warung yang mengakui diberi sejumlah uang oleh perusahaan rokok sebagai imbalan kesediaan memasang spanduk iklan rokok, tak ada yang menolak secara frontal. Bahkan kata Melga, ada warung yang hanya dikasih hadiah satu bungkus rokok. Dukungan dari pemilik warung ini menjadikan effort para pelajar tak perlu terlalu kuat dalam mengkampanyekan #TolakJadiTarget. Akhirnya, pada tanggal 16 Desember 2016 kedua sekolah memprakarsai aksi penggantian spanduk iklan rokok di warung sekitar sekolah mereka, dan berhasil menggantikanbelasanspandukiklanrokok dengan spanduk bertema ramah anak.
- Ekstra Kerja Mengampanyekan Stop Spanduk Iklan rokok di SMPN 20 Padang
Luar biasa perjuangan ksatria pelajar dari sekolah di kota Padang dalam mengampanyekan #TolakjadiTarget. Bukan perkara mudah bagi mereka mengkondisikan pentingnya lingkungan sekolah yang bersih dari segala iklan dan promosi rokok kepada para pemilik warung.
Sehingga, di saat para pelajar dari kota lainnya (Bekasi, Kabupaten Bogor, Tangsel, dan kota Mataram) sudah berhasil melakukan sosialisasi, audiensi dan penggantian spanduk iklan rokok, upaya yang mereka lakukan masih tahap mendatangi warung-warung di sekitar sekolah untuk bersedia diganti spanduk iklan rokoknya dengan spanduk pengganti yang ramah anak.
Inilah yang antara lain dialami para pelajar di SMP Negeri 20 Padang. Tantangan datang saat mereka mensosialisasikan kepada pemilik warung tentang pentingnya tidak menghujani anak-anak dengan iklan dan promosi rokok.
Annisa Kurnia, Community Officer Ruandu Foundation yang melakukan pendampingan terhadap SMP Negeri 20 mengakui tantangan itu khususnya datang dari pemilik warung. “Mereka itu umumnya mendapat bayaran dari perusahaan rokok. Ada yang diberi Rp 300 ribu untuk pemasangan spanduk iklan rokok selama tiga bulan, ada pula yang mendapat bayaran Rp 500 ribu, dan bahkan ada yang mendapat Rp 2 juta untuk memasang spanduk ukuran besar.
Tantangan penolakan dari pemilik warung tak membuat Annisa dan pelajar di kota Padang menyerah. Mereka tetap rutin menyambangi warung yang memasang iklan rokok, hanya sekedar untuk mengobrol atau membeli penganan di sana. Tak jarang pembicaraan pun berkisar di sekitar implementasi Peraturan Mendikbud nomor 64 tahun 2015 tentang Sekolah sebagai KTR. Tapi tetap saja mereka seperti membentur tembok saat mengajak pemilik warung mengganti spanduk iklan rokok dengan spanduk pengganti.
Dan akhirnya, hasil memang tidak pernah mengkhianati usaha. Upaya terus menerus dari Community Officer untuk melakukan pendampingan kepada sekolah, serta kerja keras siswa dalam meyakinkan pemilik warung berbuah juga. Akhirnya di penghujung bulan Februari 2017, tiba juga masa disaat pemilik warung bersedia mengganti spanduk iklan rokoknya dengan spanduk pengganti.
Kegigihan ksatria pelajar ini patut diacungi jempol, dan menginspirasi teman-teman sesama pelajar di Padang untuk mau bekerja keras mengampanyekan #TolakJadiarget ini.
Hinggasaatinikampanye#TolakJadiTarget tetap bergaung dikalanganpelajar Indonesia. Bahkan tidak sedikit sekolah yang terinspirasi melakukan hal yang sama, walaupun sekolah tersebut belum mendapat pendampingan.
Kita berharap akan semakin banyak sekolah terinspirasi menjadi model percontohan bagi implementasi Permendikbud No. 64 tahun 2015 tentang Sekolah sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Kamu pun bisa bergabung untuk bergerak bersama menyuarakan #TolakJadiTarget, dengan mengakses info melalui website www.lenteraanak.org. Berhentilah untuk diam, Mulailah untuk bergerak. Karena kita bisa menyelamatkan masa depan gemilang Indonesia tanpa iklan rokok.
[i]Laporan monitoring iklanrokok 5 kota (Jakarta, Bandung, Padang, Makassar, Mataram) 2015 oleh YPMA (YayasanPengembangan Media Anak), SFA (Smoke Free Agent) danLenteraAnak
[ii]HasilpengamatanLenteraAnaktahun 2016 di 5 kota (Padang, Mataram, Bekasi, Tangerang Selatan danKab. Bogor)