Lentera Anak Desak Presiden Jokowi Tidak Menunda Lagi Aksesi FCTC Untuk Selamatkan Generasi Emas Indonesia
Jakarta, Menyambut peringatan Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2016, Lentera Anak meminta Presiden Joko Widodo agar tidak menunda untuk melindungi anak-anak Indonesia secara menyeluruh dari dampak konsumsi rokok dengan segera mengaksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) atau konvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau.
“Dengan mengaksesi FCTC, maka Indonesia akan berkomitmen membuat aturan yang lebih ketat dan menyeluruh untuk melindungi anak-anak,” kata Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak. “Aturan itu pertama adalah membatasi akses rokok, dengan cara menaikkan harga rokok dan tidak menjual rokok secara sembarangan, supaya anak-anak tidak mudah membeli rokok. Kedua, aturan untuk melindungi anak-anak dari target pemasaran industri rokok dengan melarang secara total iklan, promosi dan sponsor rokok. Dan ketiga, aturan untuk melindungi anak-anak dari paparan asap rokok,” jelas Lisda.
Hingga saat ini, Lisda menilai pemerintah belum memberikan perlindungan menyeluruh kepada anak-anak Indonesia dari dampak rokok. Ini terbukti dari terus bertambahnya jumlah perokok muda di Indonesia. Data Global Youth Tobacco Survey {GYTS} 2014 menunjukkan ada 20,3% remaja usia 13-15 tahun merokok. Dalam 10 tahun terakhir, perokok pemula remaja usia 10 - 14 tahun naik 2 kali lipat dari 9,5% pada 2001 menjadi 18% pada 2013 (Riskesdas 2013).
Tingginya jumlah perokok pemula ini, kata Lisda, disebabkan longgarnya peraturan di Indonesia terkait pengendalian tembakau. “Akses anak terhadap rokok menjadi mudah karena murahnya harga rokok di Indonesia dan maraknya penjualan rokok kepada anak-anak di hampir semua tempat, bahkan ke warung-warung dekat sekolah,” ujarnya. Ia juga menilai industri rokok dengan sengaja membidik pasar anak muda dengan maraknya iklan rokok yang menampilkan gaya hidup remaja. “Saya mengutip data dari Global Youth Tobacco Survey {GYTS} bahwa ada 60,7 persen anak-anak yang melihat iklan promosi rokok di toko-toko, ada 62,7 persen anak yang melihat iklan rokok di TV, video, dan film, serta ada 7,9 persen anak-anak yang mengaku pernah ditawari rokok oleh penjual rokok,” papar Lisda.
Lebih lanjut Lisda menegaskan, bahwa sisi yang menakutkan dari rokok adalah rokok merupakan bahaya laten karena lamanya dampak yang dirasakan sejak anak mulai merokok dan akhirnya ketagihan, hingga kemudian menderita penyakit. “Anak-anak kita yang saat ini sudah merokok sejak usia 10 tahun bisa dipastikan akan menjadi generasi muda yang sakit-sakitan 15 tahun kemudian,” tegasnya.
Lisda juga menyorot persoalan konsumsi tembakau yang sudah menjadi epidemi global. “Ini disebabkan karena penyebaran epidemi tembakau difasilitasi sejumlah faktor yang kompleks dengan efek lintas batas, yakni faktor perdagangan bebas, investasi asing secara langsung dan pemasaran global, serta iklan, promosi, dan sponsor tembakau yang bersifat lintas-negara,” ujar Lisda. Indonesia, sebagai negara dengan aturan pengendalian tembakau yang masih sangat longgar, membuat anak-anak Indonesia rentan dijadikan target pemasaran industri rokok.
Karena itu Lisda berharap, perayaan Hari Anak Nasional 2016, yang diperingati pada tanggal 23 Juli mendatang, bisa menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah Indonesia untuk segera memberikan perlindungan menyeluruh dari dampak konsumsi rokok kepada seluruh anak Indonesia.
“Seperti halnya jutaan anak di 180 negara yang sudah mendapat perlindungan dari pemerintahnya, anak-anak di Indonesia juga sangat berhak mendapat perlindungan menyeluruh dari kerusakan kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi akibat konsumsi dan dampak paparan asap rokok. Jangan tunda lagi! Aksesi FCTC pada peringatan Hari Anak Nasional 2016 ini akan menjadi kado yang sangat indah bagi seluruh anak Indonesia,” pungkas Lisda.
Demikian siaran pers ini disampaikan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Iyet Kowi (Media Officer Lentera Anak) di 0819 3272 4187 atau email iyetkowi07@gmail.com dan iyetkowi@yahoo.com